GULA DAN GANDUM
Ini
adalah hari minggu, minggu pagi yang lumayan terik. Aku berjalan keluar rumahku
dengan sedikit lunglai, aku sudah mempunyai janji dengan teman-temanku. Kami
akan pergi ke salah satu universitas swasta di Ibu Kota Jawa Barat. Aku melihat
sekelilingku, “Mana dia? Jam berapa ini? Kebiasaan banget sih, ngaret kok
dijadiin hobi” gerutuku pelan saat sedang menunggu temanku untuk pergi bersama.
Kami kesana untuk meramaikan acara sejenis festival namun tentang kebudayaan
Jepang, ini kali pertama kali mengunjungi festival itu. Tak lama kemudian dia
muncul, ya! Dia temanku, seorang gadis yang tak kupungkiri dia memang manis.
“Akhirnya dateng juga lo, yu langsung cus aja udah lumutan gue nungguin lo
disini” omelku padanya, namun dia hanya membalasnya dengan nyengir kuda.
Akhirnya kami pergi menggunakan angkutan umum, entah kenapa jika aku bersamanya
aku merasa nyaman, aku menganggapnya sahabatku, sahabat baikku. “Udah nyampe
nih, turun yuk!” sikutnya menyentuh lenganku, yang menyadarkanku dari semua
lamunanku. Kami berjalan beriringan, setiap mata menatap kearahku, bukan! Bukan
aku! Tapi dia orang yang berada disampingku, ya! Dialah orang yang sedari tadi
menjadi pusat perhatian, aku sudah tak merasa asing lagi karena hal itu sering
terjadi jika aku sedang bersamanya.
Kami
menyusuri jalanan yang terik ini, tidak ada pepohonan yang rimbun atau atap
atau apapun itu yang bisa melindungu kami dari teriknya sinar matahari ini.
Tibalah kami di gedung pencakar langit yang cukup megah, dan itulah tempat
tujuan kami. “Acaranya out door tau ngapain lo kesana?” tanyanya padaku,
“Ngadem! Panas bener dah, yang lain kemana sih?” timpalku padanya, namun dia
hanya mengangkat kedua bahunya tanpa menjawab. Aku sapu semua arah dengan kedua
mataku berniat mencari teman-teman yang lain, ternyata benar dugaanku
segerombolan anak muda di dekat danau itu memang mereka, teman-temanku. Namun
sepertinya mereka acuh dan tak mencari kami, yasudah kamipun sibuk berdua
akihirnya. Makanan khas Jepang, orang-orang dengan istilah cosplayer bertebaran
dimana-mana. Ketika kami sedang asik menjajaki setiap jongko yang ada,
tiba-tiba ada seorang pria yang menegur temanku, mereka tampak akrab namun aku
tidak ingin menanyakannya karena aku tahu jika aku terus berada disini aku
hanya akan menjadi orang yang tidak diharapkan. Kuputuskan untuk pergi dan
duduk di depan panggung, tepatnya di dekat tempat perlombaan, lagipula acaranya
akan segera dimulai. Saat sedang asik menonton temanku datang dengan raut wajah
tak suka, “Kenapa lo ninggalin gue gitu aja? Dia itu kesini buat ketemu sama
lo” ujarnya padaku, “Gue ga mau aja jadi
obat nyamuk diantara kalian. Oh ya? Tapi gue ga yakin dia kesini buat ketemu
gue, bukannya sama lo?” jawabku santai. Sepanjang acara dimulai aku
menghabiskan waktu berdebat dengannya.
Hingga
tiba-tiba ada suara mic yang di ketuk, seakan pertanda kami harus
memperhatikannya. Kami pun menoleh, ternyata pria itu, pria yang tadi
berbincang akrab denga temanku yang kini berada disana. Dia menyanyikan sebait
lagu cinta da memanggil namaku agar aku naik keatas panggung, aku sempat
binggung sebenarnya apa yang akan dia lakukan tapi semua orang yang ada disana
menyuruhku naik, termasuk temanku. Dan kini aku sudah ada dihadapannya, dengan
setengah berlutut dia memberiku setangkai lili putih yang cantik dan berkata,
“Aku gatau harus mulai darimana, tapi yang jelas dari pertama kita ketemu, dari
pertama aku menatap mata kamu, dari pertama senyuman kecil itu muncul jantung
ini mulai ga tenang. Rongga udara di dada ini rasanya mulai membuatku sesak
karena aku terlalu lama menimbun perasaan ini sama kamu. Will u be my girl?”
terdengar banyak teriakan disana, mereka bersorak “TERIMA!!!” jujur saja aku
memang menyukainya, dia adalah pria yang selama ini aku dambakan bukan hanya
karena ia tampan namun karena dia juga memiliki kepribadian yang menurutku
mengagumkan. Aku membantunya berdiri, aku mengambil bunga lili yang dia
persembahkan untukku dengan senyuman kemudian aku sedikit berjinjit dan
berbisik padanya, “Kak, makasih banget ya, ini bener-bener diluar nalar aku.
Aku kira kakak ga akan ngelakuin hal konyol kaya gini, tapi maaf ya kak aku ga
bisa, atau mungkin ga akan pernah bisa” lalu aku turun dan berdiri seperti
biasa, aku tersenyum padanya dan menggenggam tangannya.
Aku
melanjutkan perkataanku, “Bukan aku orangnya kan? Jangan lakuin ini lagi ya
kak, ini ga bikin aku bahagia yang ada malah bikin kakak malu. Ambil kak ambil
bunga lili ini, berikan padanya kak. Buat dia kak, buat orang yang bener-bener
kakak sayang, buat orang yang emang udah nyuri hati kakak dari pertama dan
orangnya bukan aku kan? Maaf kak dan makasih buat semua kekonyolan ini, kejar
dia kak, jangan pernah nyerah. Permisi” aku berikan kembali bunga yang telah
dia beri dan aku pun pergi meninggalkannya. Aku berjalan menerobos kerumunan
dibawah sana, mereka melihatku dengan binggung. Tentu saja mereka binggung
karena aku mengungkapkannya setengah berbisik juga tanpa mic. “Kenapa? Ada apa?
Di terima kan?” tanya temanku yang hanya ku balas dengan senyuman. “Pulang yuk!
Udah sore nih!” ajakku padanya namun dia menahanku, “Kasih gue penjelasan dulu,
sebenernya kalian ngomong apa diatas? Lo terima kan?” lalu aku menggeleng, “Gue
tolak” ku beri sentuhan senyuman kecil disana. “Kenapa? Apa yang salah? Dia kan
cowok inceran lo selama ini? Bisa ga sih lo ngehargain gue? Gue udah susah
payah nyuruh dia ngelakuin semua itu, tapi lo malah kaya gini ga ngehargain gue
banget tau ga?” bentaknya padaku, “Sorry, gue ga pernah minta lo ngelakuin
semua itu kan? Tapi makasih ya lo udah mau repot-repot kaya gini. Huh! Gue kira
dia punya niat yang tulus tanpa diminta ngelakuin semua itu, taunya engga. Gue
sadar diri kok kalo gue ga lebih dari lo, gue minta maaf ya” ucapku lalu aku
terdiam sejenak hingga tak terasa air mata telah berjatuhan dan membuat pipi
ini menjadi basah.
“Ngomong
apasih lo? Udah jangan ngomong kaya gini lagi kita itu sama” dia memelukku dan
akhirnya kami menangis bersama diantara keramaian, “Gue sayang banget sama lo,
lo adalah sahabat terbaik yang gue punya. Gue ga mau persahabatan kita hancur
cuma gara-gara cowok” isaknya padaku, aku tidak menjawab hanya ikut terisak.
Kami meninggalkan hiruk pikuk kerumunan disana, kami mencari tempat yang lebih
tenang untuk bicara berdua. Di jembatan pinggir danaulah kami sekarang, kami duduk
dan memandangi pemandangan yang ada, langit terlihat agak jingga dan
lampu-lampu yang mengitari danau mulai menyala. “Gue juga sayang banget sama
lo, gue juga ga mau persahabatan kita hancur cuma gara-gara cowok. Tapi harus
gue akui kita itu emang beda, kita itu kaya gula dan gandum. Mereka memang bisa
dipersatukan dalam satu adonan roti yang sama walau mereka berbeda, tapi pasti
orang-orang harus memilih cita rasa manakah yang paling mereka suka, dan
mayoritas mereka menyukai gula, yaitu lo! Lo itu kaya gula, manis dan bisa ada
dimana aja terus setiap ada gula pasti bakal banyak semut yang ngerubunin. Iya
kan? Tapi gue? Gue itu kaya gandum, cuma ada di tempat tertentu dan ga semua
orang suka gandum. Awalnya dengan perbedaan itulah kita bisa jadi satu tapi
kayanya dengan perbedaan itulah kita ga layak buat dipersatukan” ucapku padanya
sambil mengusap air mata yang tak kunjung reda.
Aku menatapnya,
sahabatku, sebelum dia berkata sesuatu aku kembali melanjutkan kembali
perkataanku, “Gue sayang banget sama lo, tapi lo harus tau ada saatnya gue
jenuh, setiap gue jalan deket lo mereka semua ga pernah mandang gue, cuma elo
yang mereka liat. Tapi dari lo gue belajar banyak, gue tau gimana rasanya
sabar, gue tau gimana rasanya ngalah, dan gue tau gimana rasanya sakit, tapi
dari lo juga gue tau gimana gue harus ngehargain diri gue sendiri. Gue selalu
pura-pura ga tau apa yang sebenarnya terjadi, gue selalu pake topeng, tapi pada
akhirnya gue udah ga sanggup lagi nyimpen semua ini sendiri. Maafin gue kalo
selama ini gue terlalu over sama lo, gue terlalu so care sama lo, dan gue
terlalu bodoh. Maafin gue” ucapku sambil terisak, dia hanya menatapku dan
akhirnya memelukku, “Maafin gue, maafin gue, gue bener-bener minta maaf please
jangen pernah ngomong kaya gini lagi, please!” ucapnya padaku. Tiba-tiba
terdengar suara yang sudah tak asing lagi di telingaku, ya! Ternyata dia orang
yang sama yang tadi berada di atas panggung bersamaku. Namun kini dia tidak
memanggil namaku, melainkan temanku. Kami menengok dan berdiri, kini kami
bertiga berdiri berhadapan. Aku mengusap sisa-sisa air mataku dan memandangi
mereka berdua, ternyata dia, pria itu masih membawa bunga lili putih cantik
itu, “Kalian cocok banget deh, yang satu ganteng yang satu cantik. Kenapa ga
jadian aja coba?” godaku, terlihat pipi sang pria merona sedangkan temanku agak
cemberut. Aku raih tanga mereka berdua dan aku persatukan.
Aku berbisik pada
temanku, “Gue janji gue ga bakal ngomong kaya tadi lagi, gue janji itu yang
terakhir karena gue bakal pergi. Malem ini gue bakal ningglin Bandung buat
selamanya, gue bakal stay di England. Thanks buat segalanya, kadang cinta
memang egois tapi gue belajar ga egois dari elo. You’re my best friend ever.
Bye” ucapku padanya, kutepuk pundaknya dan kuberi sedikit anggukan. Lalu aku
berjalan menuju pria di depannya aku berbisik padanya, “Jaga dia ya kak. Dia
sahabat gue, gue titip dia sama lo” dia mengangguk mengiyakan. Kini aku bisa
pergi dengan tenang, walau hati ini terasa sangat perih, bagai ada ribuan
kaktus di dalamnya. Good bye! I never ever forget this moment and i never ever
come back. Forever!
-TAMAT-
Komentar
Posting Komentar